Layang..layang..
Ku mainkan bersama sahara teman sedari
kecil, sesama anak miskin di lingkungan Pasar Los Tanjung Enim. Meski aku dan Sahara
berbeda tapi aku tidak pernah merasa janggal. Kami berdua kadang kecing pun
bersama-sama. Sahara duduk dan aku berdiri. Setiap sore kami bermain
layang-layang ditanah lapang yang hitam pekat karena terselimuti oleh harta
daerah kami batubara. Dari rumah aku belari berteriak-teriak
Sahara..Sahara..Sahara. Desiran angin bercampur debu terhirup masuk kedalam
paru-paruku yang bersih. Setiap hari kurasakan bau khas tanah hitam ini,
menyegat dan sedikit bau. Sampailah aku di rumah papan berkamar satu, sempit,
tak ada TV hanya ada radio tapi selalu ramai karena empat adik sahara. “Bantingan..bantingan ayo sahara kita main
layangan dibantingan” ajak Rozi “Rozi aku tak bisa maen layangan, mamak aku
sakit” jawab Sahara.“Ya sudahlah aku main dengan junaidi saja, boleh tidak?
Tanya Rozi.“Ya sudah maen lah, Jun..Jun..kau diajak Rozi maen” tegas Sahara. “Boleh
mak aku maen” tanya Junaidi pada Emak. “Lajulah kalo lah magrib, balek berenti
maennyo” tegas Emak.
Junaidi anak Yatim adik
laki-laki sahara nomor satu dia tinggi melebihi tinggi ku padahal usianya
dibawahku 4 tahun. Ayah mereka meninggal 5 tahun yang lalu karena ditujah oleh orang yang tidak senang
dengan ayah sahara. Emak ku bercerita pasal Ayah sahara meninggal karena
pedagang lain sesama pedagang ayam seperti Ayah sahara yang iri melihat Ayah
sahara selalu laku menjual ayam karena keramahannya dan selalu berkelakar
dengan pembelinya, orang-orang lalu menyukai Ayah sahara. Pedagang yang iri
tadi tak kuat mehanan amarah maka diambilnya pisau lalu ditujahnya Ayah Sahara di depan orang pasar. Saat itu Sahara dan
Aku di sekolah kami masih kelas 2. Ibuku melihat adegan itu karena ibuku juga
pedagang ayam di Pasar Los. Sedangkan ibu Sahara ada dirumah saat kejadian itu,
ibunya baru selesai bersalin adik laki-laki sahara yang ketiga. Tak sampai hati
aku menginggat cerita itu, karena saat itu sahara tidak mengerti apa-apa. Kini
mereka hanya hidup berempat bersama ibunya. Karena kematian Ayah sahara, ibunya
sering sakit-sakitan dan harta sepeninggalan ayahnya yang tidak banyak telah
habis seiring waktu. Kini mereka hidup dengan berjualan kue dan nasi gemuk di
depan rumahnya. Tibalah di lapangan bantingan, sudah ramai orang-orang bermain
layangan, jangan sampai hari ini layangan kami di serang oleh orang lain karena
sudah banyak layanganku yang putus karena “aduan” dengan layangan lain.
“Jun...kau junjung dulu layangan ini ya” perintah ku.“ Ai ngapo nak aku zi”
tanya Jun.“ Oi jun kau tu tinggi, sambil tersenyum” ungkap Rozi. “Ao lah, zi
tapi gantian ya” jawab Jun.“tenang jun”
tegas Rozi. Dijunjunglah layangan oleh jun, layanganku cepat sekali tinggi
karena Jun dan angin lapangan bantingan yang meniup layang-layangku. Tak terasa
sudah 2 kali aku dan jun bergantian mengulur dan menarik layangan. Adzan pun
berkumandang kami semua pulang. Aku dan jun berpisah disimpang tiga. “Jun,
semoga mamak kau cepat sembuh ya” teriak Rozi.
“Iyo...” Jun tersenyum.Sahara dan aku
bersekolah di tempat yang berbeda, aku bersekolah di SMP negeri sedangkan
Sahara di Madrasah dekat rumahnya. Walaupun sekolah kami berbeda tapi kami
masih sering bermain bersama. Terutama bermain layang-layang, kami merasa jiwa
kami bebas bermain benda tersebut. Kami berlari, berteriak, dan bercanda sambil
merasakan hembusan angin yang dibalut oleh serpihan debu batubara. “Sahara”
sapa Rozi. “Apo zi” jawab Sahara ramah “Aku nak masuk SMA gek kalo lah lulus
SMP” tegas Rozi. “Yo masuklah SMA kau tu gek kau pacak jadi Sarjana zi” jawab
Sahara“Kalo kau nak kemano” tanya Rozi. “Aku nak bantu mamaklah, sekolah di
madrasah tulah biar dekat dengan emak” ungkap Sahara.“Ao lah, gek kalo aku lah
lulus SMA aku pacak bikin layang-layang yang besak ra” tegas Rozi“ Otak kau tu
cuma ado layangan zi” sindir Sahara “Dari pada aku maen eker kalah terus” Rozi
tersenyum, sambil berlari-lari menggoda rozi, sahara berteriak “Dasar rozi
banci takut kalah..huuuuuuu” Rozi hanya tersenyum saja. Rozi memang seorang
anak laki-laki, tapi dia tidak suka bermain dengan anak laki-laki lain kecuali
adik sahara Junaidi dan teman sekelasnya gunawan. Pasalnya, rozi pernah diajak
bermain eker dengan teman-temannya di sekitar pasar, karena kalah rozi disuruh
meloncat dari jembatan gantung ke dalam kali dekat rumahnya akibat tidak bisa
berenang rozi hampir Kanyut dibawa arus. Untungnya ada orang yang lagi menjala
di kali itu. Rozi pun tertolong. Sejak itulah dia tidak ingin main dengan anak
laki-laki dekat rumahnya.
***
Sudah lebih dari 5 tahun kebersamaan
sahara dan rozi di lapangan bantingan tidak terlihat lagi. Kini mereka telah
menjelma sebagai sosok bujang dan gadis yang usianya memasuki angka 20 tahun.
Rozi berhasil berkuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta sedangkan
sahara menjadi pedagang ayam di Pasar Los. Sahara mendapat pinjaman modal dari
bank di kecamatannya dengan mengadaikan tanah dan rumah kecilnya. Ia berhasil
mendapatkan uang dan disewanya lapak di Pasar Los sebagai tempat menjual ayam
dan tempat menggantungkan impiannya untuk menyekolahkan adik-adiknya hingga
tamat kuliah. Cita-cita gadis desa yang ingin membahagiakan keluarganya. Tak
begitu lama Sahara dapat bersenang-senang dengan hasil jerih payahnya, ibu
Sahara, yang mempunyai penyakit TBC akut. Kini keadaannya semakin parah. Sudah
berapa kali sang ibu masuk ke rumah sakit tapi penyakitnya menjadi tambah
parah. Sahara pun memutuskan untuk menerima pinangan bujang tua yang kaya Raya,
Zainudin seorang pembisnis batubara di desanya. Pernikahan pun digelar kini
Sahara telah resmi menjadi istri Zainudin. Sang menantu yang kaya raya itu
membawa ibu Sahara berobat sampai ke ibu kota Jakarta. Tapi malang tak bisa
ditolak, Ibunda tercinta sudah berjanji dengan yang kuasa bahwa dia harus
meninggalkan yang fana ini kepada yang kekal disana. Semburan air mata sangat
deras di wajah Sahara. Terlebih lagi Junaidi sang adik yang baru lulus dari
SMK. Kedua adik laki-laki Sahara yang masing-masing baru menginjak 13 tahun
disekolahkan dipesantren oleh suami Sahara. Sehingga sekarang Sahara hanya
berdua dengan suaminya. Juanaidi lulus
di salah satu Universitas Negeri di Jawa. Ia di berangkatkan oleh Zaindin
dengan pesawat berkelas VIP. Sang kakak Ipar itu memberikan fasilitas yang
mewah untuk kelancaran sekolah Junaidi di Jawa. Namun, dibalik keroyalitasan
kakak Iparnya itu. Dia merupakan sosok suami yang posesif. Sahara tidak boleh
keluar rumah. Sahara hanya boleh keluar jika bersama suaminya. Sahara bagai
burung di dalam sangkar. Dia hanyalah istri yang ingin mengabdikan dirinya
kepada Allah yang Maha kuasa dan suaminya. Apalagi suaminya telah membantu
adik-adiknya bersekolah. Sahara yang periang, ramah dan suka menolong kini
tekurung di rumah nun mewah. Lapak tempat berjualan ayamnya kini di sewakan
dengan penjual ayam lainnya. Suaminya yang sering pulang larut malam karena
berbisnis batubara. Membuat Sahara kesepian, apalagi tanda-tanda kehamilan
sampai sekarang belum ditemukan sahara. Setelah 3 tahun perkawinan Sahara dan
suaminya belum juga memperoleh keturunan. Sang suami kecewa dan selalu marah-marah
ketika berada dirumah. Sahara terus dipukuli kalau suaminya teringat akan
keturunan. Pernah disuatu malam sahara dipaksa menelan obat perangsang agar
sahara kuat melayani suaminya itu. Sahara hanya menurut, Dia tidak dapat
melawan permintaan suaminya itu, dia teringat ketiga adiknya yang kini sedang
berbahagia dapat berkuliah dan bersekolah dengan limpahan uang. Sahara selalu
berdoa jika kelak dia tidak sanggup lagi pada urusannya di dunia ini, Dia
meminta untuk bertemu dengan Rozi teman akrabnya sedari kecil. Setiap malam ia
bertanya di dalam hatinya, Sedang apa kau Rozi? tidakah kau tahu. Kawan mu
disini menderita, tidak seperti layang-layang yang dapat terbang di angkasa
lagi.
***
Fakhrurozi, SH. papan nama di jalan
...................laki-laki kecil itu telah mengubah nasibnya menjadi seorang
pengacara ternama di ibu kota. Rozi, sudah setahun ditinggalkan istrinya karena
berselingkuh dengan pria lain. Rozi amat terpukul sehingga dia menyibukkan
dirinya dengan pekerjaan. Setiap kasus yang dia tangani selalu berhasil
memenangkan persidangan. Namanya begitu kondang ketika dia rela tidak dibayar
demi membela seorang gadis miskin yang dituduh telah membunuh pamanya sendiri.
Padahal paman wanita itu ingin memperkosa si gadis ketika Ia sedang tidur.
Dengan panik wanita itu mengambil jepit rambut yang ada di dekat meja riasnya
di tusuknya kuat-kuat ketangan dan badan pamannya akibat sudah tua sang paman
akhirnya meninggal karena pembuluh darah bagian leher tertusuk dan terjadi
pendarahan hebat. Hal yang sama ternyata juga dirasakan Rozi, dia ingin pulang
ke kampung halamannya. Dia ingin bercerita dengan Sahara. Menceritakan hidupnya
yang telah terbang tinggi seperti layang-layang di angkasa.
***
Semakin
hari Sahara semakin kurus. Suaminya kini terang-terangan ingin menikah dengan
perempuan lain karena Sahara tak bisa
mempunyai anak. Bagaimana Sahara tahu siapa yang sebenarnya tidak sehat
diantara mereka. Suaminya tidak pernah mau untuk memeriksakan kesehatan
reproduksi dirinya dan Sahara. Dia terkurung setiap hari di rumah yang besar.
Hanya seorang pembantu, Bik sanah yang selalu menjadi kawan ceritanya. Sahara
menitipkan surat kepada Bik Sanah agar diberikan kepada keluarga Rozi. Sahara
menyuruh Bik sanah agar jangan menceritakan keadaannya pada orang lain karena
dia tidak ingin rahasia rumah tangganya diketahui orang lain. Apalagi suaminya
yang sering kasar kepadanya. Sahara mencoba untuk menjadi istri yang taat, baik
pada agamanya maupun suaminya. “Bukankah Allah akan memberikan kita hari dimana
kita akan merasakan kekekalan dan kebahagiannya” tegas Sahara pada hatinya.Bik
Sanah pergi kerumah Rozi dan mengantarkan surat itu pada ibunya rozi.
“Kebetulan kata ibunya, seminggu lagi rozi akan berlibur disini, nyonya” tegas
Bik Sanah. Secercah cahaya kembali menyelimuti wajah Sahara. Pertemuan itu
membuat dia bahagia karena dia akan berjumpa dengan sahabat lamanya itu.
***
Rumah
yang begitu besar itu menjadi saksi kekejian suami Sahara. Setiap hari sang
suami memaksa Sahara untuk melayaninya. Tubuh Sahara yang kurus kering itu,
sudah tak sanggup lagi untuk menghadapi cobaan ini. Karena terlalu letih Sahara tiba-tiba sakit. Bik Sanah panik dan
ingin membawa sahara ke puskesmas atau ke tempat praktik dokter terdekat. Tapi
Zainudin sang suami, tidak memberikan izin kepada Bik Sanah. Sahara hanya
diberi obat warung agar dia kembali pulih. Bukannya kembali pulih. penyakit Sahara
bertambah parah. Bik Sanah kesal dengan tuannya itu. Bik Sanah mencoba
menghubungi Junaidi dan kedua adiknya tapi dilarang Sahara. Bik Sanah pun kesal
kepada nyonyanya yang tetap teguh pada
pendiriannya yang tidak ingin orang lain tahu tabiat suaminya dan keadaan rumah
tangganya yang sebenarnya.
Mobil
blezer hitam mengkilap berhenti di depan rumah sederhana. Rozi pun kembali ke
kampung halamannya. Tepat di depan rumah berdiri keluarga besarnya menyambut
kedatangan rozi. Pesta penyambutan itu khusus diberikan oleh ibu dan
keluarganya karena rozi sudah lama tidak pulang dari rantauanya. Rozi mencari
Sahara disana-sini, apakah “Ia tidak kesini” pikir Rozi. Rozi pun bertanya
kepada Ibunya “Apakah sahara sering menanyakan
ku mak?”tanya rozi “Sahara sudah menikah dengan Zainudin zi, sejak itu emak
tidak pernah mendengar kabarnya lagi, tapi seminggu yang lalu pembantunya
mengantarkan surat ini katanya ini milik Sahara zi” tegas Emak.Rozi merasa
senang ternyata temannya masih teringat dengan dirinya. Walaupun dia tidak
disini tapi surat itu saja telah membuat Rozi bahagia, ternyata Sahara tidak
melupakan ku, Rozi tersenyum. Surat beramplop putih itu dibukanya perlan-pelan,
mata Rozi pun langsung menatap isi surat Sahara
Assalamualaikum, Rozi
Apa kabarmu di sana teman kecilku
Semoga kau telah menjadi layang-layang yang tinggi
Aku disini tak bisa terbang lagi Zi
Tali ku telah digulung dan rangka ku kini telah remuk
Aku tak bisa terbang lagi Zi
Aku ingin bertemu dengan mu aku ingin kau perbaiki
keadaanku sekarang
Namun, jika kau tak sempat, doakan lah aku dan
adik-adiku agar dapat
terbang lagi seperti yang pernah kita impikan
Sahabatmu
Sahara Abdullah
Mata
rozi berkaca-kaca, tak sabar lagi rozi untuk langsung melangkahkan kakinya ke
rumah Sahara. Keesokan harinya. Ketika sampai di rumah Sahara. Pintu gerbang nun
besar tak dapat di tembus Rozi. Walau Ia telah memberi tahu bahwa Ia adalah
sahabar karib Sahara. Namun Satpam yang telah mendapat perintah atasannya itu.
Tak dapat membiarkan rozi masuk ke dalam rumah. Rozi pun curiga “Adakah sesuatu
hal yang terjadi dengan Sahara?” lamun rozi. Akhirnya dengan penasaran rozi memutuskan
untuk mencari Bik Sanah. Di dapatlah alamat itu dari ibunya. Rozi pun pergi ke rumah Bik Sanah yang
berjarak 10 Km dari rumahnya, dengan menggunakan motor milik adiknya, rozi
bertemu Bik Sanah. Bik Sanah menangis menceritakan hal yang menimpah nyonyanya,
Rozi pun tak sabar lagi untuk menyumbat mulut suami Sahara. “Ini namanya
peyiksaan” tegas Rozi. “Aku akan membela Sahara temanku. Aku harus menyeret
Zainudin ke meja hijau, itu adalah perkara kekerasan dalam rumah tangga, Sahara
harus selamat, aku harus membantu dia. Bik Sanah akan ku jadikan saksi” Suara
lantang Rozi.Bik Inah pun menceritakan hal ini pada Sahara. Sahara yang masih
terbaring hanya bisa tersenyum. Rozi pun menyiapkan bukti untuk menyeret
Zainudin, dari bukti yang diberikan oleh Bik Sanah. Rozi membawa Bik Sanah
melapor ke kantor polisi setempat. Surat pun dilayangkan kepada Zainudun sang
pembisnis batubara itu. Zainudin terkejut karena di depan rumahnya telah
berdiri 5 polisi bertubuh besar. Zainudin di tangkap dan Sahara dilarikan ke rumah sakit. Keadaannya yang parah membuat
Sahara berada pada posisi tak sadarkan diri dan akhirnya koma. Rozi menangis
melihat sahabatnya terluka fisik dan batin. “Andai aku tidak pergi Sahara,
pasti aku akan selalu menjagamu sama seperti ayah dan ibumu, lihatlah dirimu
Sahara. Demi adik-adikmu kau rela melakukan ini” deraian air mata Rozi tumpah
ruah disana.
***
Sidang kasus penyiksaan
Sahara digelar hakim terus bertanya pada Zainudin, tapi Zainudin terus
membantah kalau dirinya tidak bersalah.“Dia istriku, untuk apa aku menyiksanya
pak hakim, dia istriku” tegas Zainudin. Rozi pun meminta hakim untuk mendengar
kesaksian Bik Sanah. Namun, Zainudin tetap mengelak. Rozi pun menggeluarkan
bukti obat-obat warung yang dia dapatkan dari Bik Sanah dan hasil visum dokter
yang menjelaskan bahwa sakit Sahara adalah karena kurangan gizi dan penyakit
TBC yang seharusnya segera ditangani oleh dokter, tapi malah suaminya menyiksa dan memukul
Sahara dengan benda tumpul. Dengan bukti itu, akhirnya zainudin masuk ke dalan
penjara dengan keputusan hakim mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga dan
pelanggaran HAM terhadap istrinya selama 10 tahun. Di rumah sakit, Sahara
berjuang bangkit dari koma. Rozi menyesal kenapa dia harus pergi. “Kasian kau
Sahara, bangunlah tak ada lagi orang yang menyiksamu, Sahara” ungkap Rozi.
Tidak ada respon dari Sahara, bibirnya pucat, matanya hitam, tubuhnya kurus,
kulitnya penuh dengan lebam. “Sahara bagunlah” perintah Rozi. Tetap sama tidak
ada respon dari tubuh Sahara. Juanaidi dan adik-adiknya sengaja tidak
diberitahu oleh Rozi. Terlebih lagi, Junaidi sekarang sedang menghadapi mata
kuliah penyusunan skripsi. Bik Inah dan Rozi bergantian menjaga Sahara. Setiap
malam Rozi selalu mendengarkan cerita untuk Sahara. Namun, Sahara tetap diam.
Tak ada kehidupan tercermin di wajah cantiknya. Dua bulan telah berlalu, Sahara
tetap membisu. Dokter sudah tak sanggup lagi untuk merawat Sahara. Rozi
gemetar. “Sahabatku, kita belum sempat bermain layang-layang lagi di tanah
bantingan. Kini kau ingin pergi meninggalkan kami, itu tidak adil Sahara. Ayo
bagun Sahara”bujuk Rozi. Dua minggu kemudian rozi sudah berada di rumah, dia
menjelaskan kepada Junaidi dan 2 adik laki-lakinya bahwa Sahara sakit parah
sama seperti ibunya dulu. Junaidi pun terpukul apalagi menginggat bahwa Ia
ingin membawa Ayuknya ke jawa melihat Dia memakai toga. Kedua adiknya hanya
bisa menangis. Tiga hari lagi rozi akan kembali ke Jakarta. Bik Sanah
memberikan surat yang dititipkan oleh Sahara sebelum dia koma.
Sahabatku,
rozi terima kasih Kau telah menjunjung dan menggulur tali layang-layanganku
kembali sehingga kini aku dapat terbang kembali..sahabatku Rozi..kita akan
bermain layangan lagi di tanah bantingan..suatu saat nanti..
Selesai