Senin, 11 Juni 2012

Setinggi Layang-layangku


                             
Layang..layang..
Ku mainkan bersama sahara teman sedari kecil, sesama anak miskin di lingkungan Pasar Los Tanjung Enim. Meski aku dan Sahara berbeda tapi aku tidak pernah merasa janggal. Kami berdua kadang kecing pun bersama-sama. Sahara duduk dan aku berdiri. Setiap sore kami bermain layang-layang ditanah lapang yang hitam pekat karena terselimuti oleh harta daerah kami batubara. Dari rumah aku belari berteriak-teriak Sahara..Sahara..Sahara. Desiran angin bercampur debu terhirup masuk kedalam paru-paruku yang bersih. Setiap hari kurasakan bau khas tanah hitam ini, menyegat dan sedikit bau. Sampailah aku di rumah papan berkamar satu, sempit, tak ada TV hanya ada radio tapi selalu ramai karena empat adik sahara.  “Bantingan..bantingan ayo sahara kita main layangan dibantingan” ajak Rozi “Rozi aku tak bisa maen layangan, mamak aku sakit” jawab Sahara.“Ya sudahlah aku main dengan junaidi saja, boleh tidak? Tanya Rozi.“Ya sudah maen lah, Jun..Jun..kau diajak Rozi maen” tegas Sahara. “Boleh mak aku maen” tanya Junaidi pada Emak. “Lajulah kalo lah magrib, balek berenti maennyo” tegas Emak.
Junaidi anak Yatim adik laki-laki sahara nomor satu dia tinggi melebihi tinggi ku padahal usianya dibawahku 4 tahun. Ayah mereka meninggal 5 tahun yang lalu karena ditujah oleh orang yang tidak senang dengan ayah sahara. Emak ku bercerita pasal Ayah sahara meninggal karena pedagang lain sesama pedagang ayam seperti Ayah sahara yang iri melihat Ayah sahara selalu laku menjual ayam karena keramahannya dan selalu berkelakar dengan pembelinya, orang-orang lalu menyukai Ayah sahara. Pedagang yang iri tadi tak kuat mehanan amarah maka diambilnya pisau lalu ditujahnya Ayah Sahara di depan orang pasar. Saat itu Sahara dan Aku di sekolah kami masih kelas 2. Ibuku melihat adegan itu karena ibuku juga pedagang ayam di Pasar Los. Sedangkan ibu Sahara ada dirumah saat kejadian itu, ibunya baru selesai bersalin adik laki-laki sahara yang ketiga. Tak sampai hati aku menginggat cerita itu, karena saat itu sahara tidak mengerti apa-apa. Kini mereka hanya hidup berempat bersama ibunya. Karena kematian Ayah sahara, ibunya sering sakit-sakitan dan harta sepeninggalan ayahnya yang tidak banyak telah habis seiring waktu. Kini mereka hidup dengan berjualan kue dan nasi gemuk di depan rumahnya. Tibalah di lapangan bantingan, sudah ramai orang-orang bermain layangan, jangan sampai hari ini layangan kami di serang oleh orang lain karena sudah banyak layanganku yang putus karena “aduan” dengan layangan lain. “Jun...kau junjung dulu layangan ini ya” perintah ku.“ Ai ngapo nak aku zi” tanya Jun.“ Oi jun kau tu tinggi, sambil tersenyum” ungkap Rozi. “Ao lah, zi tapi gantian ya” jawab Jun.“tenang  jun” tegas Rozi. Dijunjunglah layangan oleh jun, layanganku cepat sekali tinggi karena Jun dan angin lapangan bantingan yang meniup layang-layangku. Tak terasa sudah 2 kali aku dan jun bergantian mengulur dan menarik layangan. Adzan pun berkumandang kami semua pulang. Aku dan jun berpisah disimpang tiga. “Jun, semoga mamak kau cepat sembuh ya” teriak Rozi.
“Iyo...” Jun tersenyum.Sahara dan aku bersekolah di tempat yang berbeda, aku bersekolah di SMP negeri sedangkan Sahara di Madrasah dekat rumahnya. Walaupun sekolah kami berbeda tapi kami masih sering bermain bersama. Terutama bermain layang-layang, kami merasa jiwa kami bebas bermain benda tersebut. Kami berlari, berteriak, dan bercanda sambil merasakan hembusan angin yang dibalut oleh serpihan debu batubara. “Sahara” sapa Rozi. “Apo zi” jawab Sahara ramah “Aku nak masuk SMA gek kalo lah lulus SMP” tegas Rozi. “Yo masuklah SMA kau tu gek kau pacak jadi Sarjana zi” jawab Sahara“Kalo kau nak kemano” tanya Rozi. “Aku nak bantu mamaklah, sekolah di madrasah tulah biar dekat dengan emak” ungkap Sahara.“Ao lah, gek kalo aku lah lulus SMA aku pacak bikin layang-layang yang besak ra” tegas Rozi“ Otak kau tu cuma ado layangan zi” sindir Sahara “Dari pada aku maen eker kalah terus” Rozi tersenyum, sambil berlari-lari menggoda rozi, sahara berteriak “Dasar rozi banci takut kalah..huuuuuuu” Rozi hanya tersenyum saja. Rozi memang seorang anak laki-laki, tapi dia tidak suka bermain dengan anak laki-laki lain kecuali adik sahara Junaidi dan teman sekelasnya gunawan. Pasalnya, rozi pernah diajak bermain eker dengan teman-temannya di sekitar pasar, karena kalah rozi disuruh meloncat dari jembatan gantung ke dalam kali dekat rumahnya akibat tidak bisa berenang rozi hampir Kanyut dibawa arus. Untungnya ada orang yang lagi menjala di kali itu. Rozi pun tertolong. Sejak itulah dia tidak ingin main dengan anak laki-laki dekat rumahnya.
                                                            ***
Sudah lebih dari 5 tahun kebersamaan sahara dan rozi di lapangan bantingan tidak terlihat lagi. Kini mereka telah menjelma sebagai sosok bujang dan gadis yang usianya memasuki angka 20 tahun. Rozi berhasil berkuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta sedangkan sahara menjadi pedagang ayam di Pasar Los. Sahara mendapat pinjaman modal dari bank di kecamatannya dengan mengadaikan tanah dan rumah kecilnya. Ia berhasil mendapatkan uang dan disewanya lapak di Pasar Los sebagai tempat menjual ayam dan tempat menggantungkan impiannya untuk menyekolahkan adik-adiknya hingga tamat kuliah. Cita-cita gadis desa yang ingin membahagiakan keluarganya. Tak begitu lama Sahara dapat bersenang-senang dengan hasil jerih payahnya, ibu Sahara, yang mempunyai penyakit TBC akut. Kini keadaannya semakin parah. Sudah berapa kali sang ibu masuk ke rumah sakit tapi penyakitnya menjadi tambah parah. Sahara pun memutuskan untuk menerima pinangan bujang tua yang kaya Raya, Zainudin seorang pembisnis batubara di desanya. Pernikahan pun digelar kini Sahara telah resmi menjadi istri Zainudin. Sang menantu yang kaya raya itu membawa ibu Sahara berobat sampai ke ibu kota Jakarta. Tapi malang tak bisa ditolak, Ibunda tercinta sudah berjanji dengan yang kuasa bahwa dia harus meninggalkan yang fana ini kepada yang kekal disana. Semburan air mata sangat deras di wajah Sahara. Terlebih lagi Junaidi sang adik yang baru lulus dari SMK. Kedua adik laki-laki Sahara yang masing-masing baru menginjak 13 tahun disekolahkan dipesantren oleh suami Sahara. Sehingga sekarang Sahara hanya berdua dengan suaminya.  Juanaidi lulus di salah satu Universitas Negeri di Jawa. Ia di berangkatkan oleh Zaindin dengan pesawat berkelas VIP. Sang kakak Ipar itu memberikan fasilitas yang mewah untuk kelancaran sekolah Junaidi di Jawa. Namun, dibalik keroyalitasan kakak Iparnya itu. Dia merupakan sosok suami yang posesif. Sahara tidak boleh keluar rumah. Sahara hanya boleh keluar jika bersama suaminya. Sahara bagai burung di dalam sangkar. Dia hanyalah istri yang ingin mengabdikan dirinya kepada Allah yang Maha kuasa dan suaminya. Apalagi suaminya telah membantu adik-adiknya bersekolah. Sahara yang periang, ramah dan suka menolong kini tekurung di rumah nun mewah. Lapak tempat berjualan ayamnya kini di sewakan dengan penjual ayam lainnya. Suaminya yang sering pulang larut malam karena berbisnis batubara. Membuat Sahara kesepian, apalagi tanda-tanda kehamilan sampai sekarang belum ditemukan sahara. Setelah 3 tahun perkawinan Sahara dan suaminya belum juga memperoleh keturunan. Sang suami kecewa dan selalu marah-marah ketika berada dirumah. Sahara terus dipukuli kalau suaminya teringat akan keturunan. Pernah disuatu malam sahara dipaksa menelan obat perangsang agar sahara kuat melayani suaminya itu. Sahara hanya menurut, Dia tidak dapat melawan permintaan suaminya itu, dia teringat ketiga adiknya yang kini sedang berbahagia dapat berkuliah dan bersekolah dengan limpahan uang. Sahara selalu berdoa jika kelak dia tidak sanggup lagi pada urusannya di dunia ini, Dia meminta untuk bertemu dengan Rozi teman akrabnya sedari kecil. Setiap malam ia bertanya di dalam hatinya, Sedang apa kau Rozi? tidakah kau tahu. Kawan mu disini menderita, tidak seperti layang-layang yang dapat terbang di angkasa lagi.
                                                          ***
            Fakhrurozi, SH. papan nama di jalan ...................laki-laki kecil itu telah mengubah nasibnya menjadi seorang pengacara ternama di ibu kota. Rozi, sudah setahun ditinggalkan istrinya karena berselingkuh dengan pria lain. Rozi amat terpukul sehingga dia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Setiap kasus yang dia tangani selalu berhasil memenangkan persidangan. Namanya begitu kondang ketika dia rela tidak dibayar demi membela seorang gadis miskin yang dituduh telah membunuh pamanya sendiri. Padahal paman wanita itu ingin memperkosa si gadis ketika Ia sedang tidur. Dengan panik wanita itu mengambil jepit rambut yang ada di dekat meja riasnya di tusuknya kuat-kuat ketangan dan badan pamannya akibat sudah tua sang paman akhirnya meninggal karena pembuluh darah bagian leher tertusuk dan terjadi pendarahan hebat. Hal yang sama ternyata juga dirasakan Rozi, dia ingin pulang ke kampung halamannya. Dia ingin bercerita dengan Sahara. Menceritakan hidupnya yang telah terbang tinggi seperti layang-layang di angkasa.
                                            ***
Semakin hari Sahara semakin kurus. Suaminya kini terang-terangan ingin menikah dengan perempuan lain karena Sahara tak  bisa mempunyai anak. Bagaimana Sahara tahu siapa yang sebenarnya tidak sehat diantara mereka. Suaminya tidak pernah mau untuk memeriksakan kesehatan reproduksi dirinya dan Sahara. Dia terkurung setiap hari di rumah yang besar. Hanya seorang pembantu, Bik sanah yang selalu menjadi kawan ceritanya. Sahara menitipkan surat kepada Bik Sanah agar diberikan kepada keluarga Rozi. Sahara menyuruh Bik sanah agar jangan menceritakan keadaannya pada orang lain karena dia tidak ingin rahasia rumah tangganya diketahui orang lain. Apalagi suaminya yang sering kasar kepadanya. Sahara mencoba untuk menjadi istri yang taat, baik pada agamanya maupun suaminya. “Bukankah Allah akan memberikan kita hari dimana kita akan merasakan kekekalan dan kebahagiannya” tegas Sahara pada hatinya.Bik Sanah pergi kerumah Rozi dan mengantarkan surat itu pada ibunya rozi. “Kebetulan kata ibunya, seminggu lagi rozi akan berlibur disini, nyonya” tegas Bik Sanah. Secercah cahaya kembali menyelimuti wajah Sahara. Pertemuan itu membuat dia bahagia karena dia akan berjumpa dengan sahabat lamanya itu.
                                                          ***        
Rumah yang begitu besar itu menjadi saksi kekejian suami Sahara. Setiap hari sang suami memaksa Sahara untuk melayaninya. Tubuh Sahara yang kurus kering itu, sudah tak sanggup lagi untuk menghadapi cobaan ini. Karena terlalu letih  Sahara tiba-tiba sakit. Bik Sanah panik dan ingin membawa sahara ke puskesmas atau ke tempat praktik dokter terdekat. Tapi Zainudin sang suami, tidak memberikan izin kepada Bik Sanah. Sahara hanya diberi obat warung agar dia kembali pulih. Bukannya kembali pulih. penyakit Sahara bertambah parah. Bik Sanah kesal dengan tuannya itu. Bik Sanah mencoba menghubungi Junaidi dan kedua adiknya tapi dilarang Sahara. Bik Sanah pun kesal kepada nyonyanya  yang tetap teguh pada pendiriannya yang tidak ingin orang lain tahu tabiat suaminya dan keadaan rumah tangganya yang sebenarnya.
Mobil blezer hitam mengkilap berhenti di depan rumah sederhana. Rozi pun kembali ke kampung halamannya. Tepat di depan rumah berdiri keluarga besarnya menyambut kedatangan rozi. Pesta penyambutan itu khusus diberikan oleh ibu dan keluarganya karena rozi sudah lama tidak pulang dari rantauanya. Rozi mencari Sahara disana-sini, apakah “Ia tidak kesini” pikir Rozi. Rozi pun bertanya kepada  Ibunya “Apakah sahara sering menanyakan ku mak?”tanya rozi “Sahara sudah menikah dengan Zainudin zi, sejak itu emak tidak pernah mendengar kabarnya lagi, tapi seminggu yang lalu pembantunya mengantarkan surat ini katanya ini milik Sahara zi” tegas Emak.Rozi merasa senang ternyata temannya masih teringat dengan dirinya. Walaupun dia tidak disini tapi surat itu saja telah membuat Rozi bahagia, ternyata Sahara tidak melupakan ku, Rozi tersenyum. Surat beramplop putih itu dibukanya perlan-pelan, mata Rozi pun langsung menatap isi surat Sahara
Assalamualaikum, Rozi
Apa kabarmu di sana teman kecilku
Semoga kau telah menjadi layang-layang yang tinggi
Aku disini tak bisa terbang lagi Zi
Tali ku telah digulung dan rangka ku kini telah remuk
Aku tak bisa terbang lagi Zi
Aku ingin bertemu dengan mu aku ingin kau perbaiki keadaanku sekarang
Namun, jika kau tak sempat, doakan lah aku dan adik-adiku agar dapat  
terbang lagi seperti yang pernah kita impikan
Sahabatmu
Sahara Abdullah

Mata rozi berkaca-kaca, tak sabar lagi rozi untuk langsung melangkahkan kakinya ke rumah Sahara. Keesokan harinya. Ketika sampai di rumah Sahara. Pintu gerbang nun besar tak dapat di tembus Rozi. Walau Ia telah memberi tahu bahwa Ia adalah sahabar karib Sahara. Namun Satpam yang telah mendapat perintah atasannya itu. Tak dapat membiarkan rozi masuk ke dalam rumah. Rozi pun curiga “Adakah sesuatu hal yang terjadi dengan Sahara?” lamun rozi. Akhirnya dengan penasaran rozi memutuskan untuk mencari Bik Sanah. Di dapatlah alamat itu dari  ibunya. Rozi pun pergi ke rumah Bik Sanah yang berjarak 10 Km dari rumahnya, dengan menggunakan motor milik adiknya, rozi bertemu Bik Sanah. Bik Sanah menangis menceritakan hal yang menimpah nyonyanya, Rozi pun tak sabar lagi untuk menyumbat mulut suami Sahara. “Ini namanya peyiksaan” tegas Rozi. “Aku akan membela Sahara temanku. Aku harus menyeret Zainudin ke meja hijau, itu adalah perkara kekerasan dalam rumah tangga, Sahara harus selamat, aku harus membantu dia. Bik Sanah akan ku jadikan saksi” Suara lantang Rozi.Bik Inah pun menceritakan hal ini pada Sahara. Sahara yang masih terbaring hanya bisa tersenyum. Rozi pun menyiapkan bukti untuk menyeret Zainudin, dari bukti yang diberikan oleh Bik Sanah. Rozi membawa Bik Sanah melapor ke kantor polisi setempat. Surat pun dilayangkan kepada Zainudun sang pembisnis batubara itu. Zainudin terkejut karena di depan rumahnya telah berdiri 5 polisi bertubuh besar. Zainudin di tangkap dan Sahara dilarikan  ke rumah sakit. Keadaannya yang parah membuat Sahara berada pada posisi tak sadarkan diri dan akhirnya koma. Rozi menangis melihat sahabatnya terluka fisik dan batin. “Andai aku tidak pergi Sahara, pasti aku akan selalu menjagamu sama seperti ayah dan ibumu, lihatlah dirimu Sahara. Demi adik-adikmu kau rela melakukan ini” deraian air mata Rozi tumpah ruah disana.
                                                ***
Sidang kasus penyiksaan Sahara digelar hakim terus bertanya pada Zainudin, tapi Zainudin terus membantah kalau dirinya tidak bersalah.“Dia istriku, untuk apa aku menyiksanya pak hakim, dia istriku” tegas Zainudin. Rozi pun meminta hakim untuk mendengar kesaksian Bik Sanah. Namun, Zainudin tetap mengelak. Rozi pun menggeluarkan bukti obat-obat warung yang dia dapatkan dari Bik Sanah dan hasil visum dokter yang menjelaskan bahwa sakit Sahara adalah karena kurangan gizi dan penyakit TBC yang seharusnya segera ditangani oleh dokter,  tapi malah suaminya menyiksa dan memukul Sahara dengan benda tumpul. Dengan bukti itu, akhirnya zainudin masuk ke dalan penjara dengan keputusan hakim mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga dan pelanggaran HAM terhadap istrinya selama 10 tahun. Di rumah sakit, Sahara berjuang bangkit dari koma. Rozi menyesal kenapa dia harus pergi. “Kasian kau Sahara, bangunlah tak ada lagi orang yang menyiksamu, Sahara” ungkap Rozi. Tidak ada respon dari Sahara, bibirnya pucat, matanya hitam, tubuhnya kurus, kulitnya penuh dengan lebam. “Sahara bagunlah” perintah Rozi. Tetap sama tidak ada respon dari tubuh Sahara. Juanaidi dan adik-adiknya sengaja tidak diberitahu oleh Rozi. Terlebih lagi, Junaidi sekarang sedang menghadapi mata kuliah penyusunan skripsi. Bik Inah dan Rozi bergantian menjaga Sahara. Setiap malam Rozi selalu mendengarkan cerita untuk Sahara. Namun, Sahara tetap diam. Tak ada kehidupan tercermin di wajah cantiknya. Dua bulan telah berlalu, Sahara tetap membisu. Dokter sudah tak sanggup lagi untuk merawat Sahara. Rozi gemetar. “Sahabatku, kita belum sempat bermain layang-layang lagi di tanah bantingan. Kini kau ingin pergi meninggalkan kami, itu tidak adil Sahara. Ayo bagun Sahara”bujuk Rozi. Dua minggu kemudian rozi sudah berada di rumah, dia menjelaskan kepada Junaidi dan 2 adik laki-lakinya bahwa Sahara sakit parah sama seperti ibunya dulu. Junaidi pun terpukul apalagi menginggat bahwa Ia ingin membawa Ayuknya ke jawa melihat Dia memakai toga. Kedua adiknya hanya bisa menangis. Tiga hari lagi rozi akan kembali ke Jakarta. Bik Sanah memberikan surat yang dititipkan oleh Sahara sebelum dia koma.


Sahabatku, rozi terima kasih Kau telah menjunjung dan menggulur tali layang-layanganku kembali sehingga kini aku dapat terbang kembali..sahabatku Rozi..kita akan bermain layangan lagi di tanah bantingan..suatu saat nanti..
                                         Selesai